MENJADI pengusaha tidak pernah terbayangkan oleh Hani Handayani, 40. Awalnya, ia ibu rumah tangga yang menjalani rutinitas mengurus keperluan keluarganya.
Bisnis hijabnya dengan jenama Honey Habbit bermula dari seorang teman yang menyukai desainnya pada 2019. Kala itu bisnis sang teman tak berjalan akibat pandemi covid-19.
Sang teman pun menyarankan Hani mencoba mencetak karya desainnya dengan mesin DTG pada kain-kain sisa yang ada di perusahaan temannya itu.
“Jadi pengusaha itu bukan yang disengaja, dari situ ternyata hasilnya bagus, kebetulan waktu itu lagi tren hijab printing, dan saya penasaran mencoba ungkapnya ketika Sokoguru bertandang ke kediamannya, pertengahan Februari lalu.
Baca juga: Hanya Berproduksi 18 Hari Bisa Raup Omzet Miliaran Rupiah
Pada 20 Juni 2020 ia pun resmi membuka usahanya di Paskal Hypersquare Lodge Building 8008. Baru pada 13 Januari 2022 ia pindah ke Jalan Griya Sukaati No 1 Kelurahan Pasirluyu, Kecamatan Regol, Kota Bandung.
Hani mengawali usahanya dengan modal Rp6 juta dan tekad kuat. Ia mulai menjelajahi dunia bisnis yang sama sekali asing baginya. Modal itu ia gunakan untuk membeli bahan dan mencetak hijab.
Waktu itu tanpa platform e-commerce atau strategi pemasaran matang, ia memulai dengan cara sederhana yakni mengirim foto produk ke 100 kontak WhatsApp.
Baca juga: Konsisten Beli Produk UKM dalam Jumlah Besar, Amennis Trading Raih Primaduta 2024
Hasilnya mengejutkan. Dalam tiga minggu, semua hijab terjual habis.
"Responnya bagus, banyak yang nanya stok lagi," kenangnya.
Bangun Jaringan Reseller
Dari penjualan mulut ke mulut itulah Honey mulai membangun jaringan reseller. Ia mengadopsi sistem mirip multi-level marketing (MLM), di mana satu reseller mengajak reseller lainnya.
"Saya bilang ke teman-teman, kalau punya kenalan di luar kota, ajak mereka jadi reseller," ujarnya.
Strategi itu ternyata berhasil memperluas pasar Honey Habbit ke berbagai kota, seperti Surabaya, Batam, Bekasi, dan bahkan Papua.
Baca juga: Komunitas Cika-Cika: Sulap Sungai Cikapundung dari Tumpukan Sampah Jadi Ruang Publik
Namun, perjalanan bisnisnya tidak selalu mulus. Di tengah pandemi covid-19, penjualan hijab Honey Habbit mengalami penurunan drastis.
"Saya sempat syok karena nggak punya basic bisnis. Tapi, saya nggak mau menyerah," imbuh Hani.
Dengan tekad kuat ia pun perlahan membangun kembali bisnisnya dengan fokus pada kualitas produk dan inovasi desain.
Tembus Pasar Internasional
Pada 2022, Honey Habbit mendapat kesempatan emas melalui program business matching yang difasilitasi dinas setempat. Di acara tersebut, ia bertemu dengan offtaker (pembeli grosir) dari Bali yang tertarik dengan produknya.
"Mereka bilang, hijab saya cocok untuk pasar New York, Amerika Serikat karena desainnya unik," cerita Honi.
Sejak itulah, Honey Habbit mulai diekspor ke Amerika Serikat melalui marketplace internasional. Meski harga jual di luar negeri jauh lebih tinggi, Honey memilih fokus pada produksi dan menyerahkan distribusi kepada offtaker.
Ia tidak sanggup mengurusi birokrasi yang rumit jika melakukan ekspor secara mandiri. "Ribet ngurus dokumen ekspor, jadi saya serahkan saja ke mereka," ujarnya.
Namun begitu, Hani menjual produk ke offtaker tersebut dengan meningkatkan harga jual yang biasa ia pasarkan di dalam negeri. Misalnya, harga yang semula Rp99.000 menjadi Rp125.000.
“Pemerintah kan terus mendorong peningkatan ekspor, saya berharap agar urusan dokumen ekspor itu lebih diefektifkanlah, tidak ribet,,” ungkap ketua UMKM di Kecamatannya.
Inovasi dan Tantangan
Salah satu kunci kesuksesan Honey Habbit adalah kemampuannya beradaptasi dengan tren pasar. Dari fokus awal pada hijab dengan motif sketsa urban kini memperluas koleksinya dengan motif bunga pastel (seri romantis) dan batik etnik (wastra Nusantara).
Hani mengakui tantangan terbesarnya saat ini adalah harus bersaing ketat dengan produk impor murah, terutama dari Tiongkok (Cina).
"Bahan printing dijual Rp15.000 di Shopee, padahal harga pokok penjualan (HPP) saya saja lebih tinggi dari itu," keluhnya.
Untuk bertahan dan tetap eksis, Honey Habbit pun memilih fokus pada kualitas dan keunikan desain. Ia juga mengembangkan strategi white labeling, yaitu menjual produk tanpa merek ke pihak ketiga.
"Ini cara saya menambah omset tanpa harus capek branding," ujar ibu dari satu anak ini lagi.
Kini, produk Honey Habbit melalui 150 resellernya rutin ekspor ke Amerika Serikat dan Taiwan, serta beberapa negara lainnya. Rata-rata ia memproduksi 800 pcs per bulannya dengan target penjualan sebesar 500-800 pcs setiap bulannya.
"Saya ingin membuktikan, produk lokal bisa bersaing di pasar global," katanya lagi.
Terutama jelang Ramadan dan Idulfitri, tambah Hani, ia bisa memproduksi lebih banyak lagi, karena menerima makloon juga dari pihak lain.
“Kalau lagi high season omset bisa mencapai Rp800-an juta per bulannya, karena kita juga terima orderan makloon,” jelasnya di sela-sela acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Kecamatan Regol, Selasa (11/2).
Dalam perjalanan usahanya yang terus tumbuh, Hani mengakui mendapat dukungan pemerintah melalui program pelatihan dan pameran gratis.
"Saya ikut banyak pelatihan bisnis dan pameran yang difasilitasi dinas. Itu sangat bermanfaat," katanya.
Selain itu, ia juga beberapa kali menoreh prestasi. Misalnya, pada 2022, Honey Habbit meraih juara 4 dalam UMKM Award dan masuk 10 besar Delta Inkubator dari Dinas Koperasi Provinsi Jawa Barat. Tahun berikutnya, masuk 15 besar Bisnis Kreatif Competition untuk kategori wastra Nusantara.
Selain itu, Hani juga pernah mengikuti pameran, bazar dan pagelaran fesyen (fashion show) di Belgia dan Frankfurt, Jerman, di mana hijabnya diborong untuk dijadikan gift pada rapat besar sebuah perusahaan di sana.
Bagi Hani kunci sukses dalam bisnis adalah konsistensi dan pantang menyerah. "Bisnis itu seperti roller coaster, ada naik turunnya. Yang penting, kita tetap semangat dan terus belajar," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya membangun komunitas dan support system. "Kalau lingkungan kita suportif, kita akan lebih mudah bangkit dari kegagalan," tambahnya.
Hal itu dialaminya sendiri dari hijab printing sederhana hingga dijual offtaker sampai Amerika Serikat dan Taiwan. Perjalanan Honey Habbit membuktikan bahwa dengan tekad dan kreativitas, siapa pun bisa meraih mimpi besar.
Pelengkap fesyen
Terkait bisnis hijab di tanah air, Hani melihat sangat potensial, karena didukung oleh beberapa faktor. Selain penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, hijab kini bukan sekadar penutup aurat, melainkan sudah kebutuhan fesyen.
“Hijab itu juga berfungsi sebagai fashion statement. Jadi bukan cuma sebatas pada pakai hijabnya. Hijab itu juga bisa memengaruhi gaya berbusana kita dan menambah percaya diri dalam berpenampilan,” tambah Hani.
Nah, sebagai pelengkap fesyen, lanjutnya, tren modest fashion hijab juga berkembang pesat sekaligus membuka pluang eksport yang semakin terbuka. (Fajar Ramadan/Ros/SG-1)